Seorang teman pernah berkata, ia lebih memilih membaca media yang dianggap kritis dan memiliki standar jurnalisme baik daripada yang hanya memuja keberhasilan. Alasannya untuk melihat ada sesuatu yang salah dalam (kehidupan) sosial kita, begitu katanya. Salah satu media rujukan yang banyak dia bagi ke linimasa adalah Tirto.id.
Karena tertarik dengan pendapatnya, saya melakukan mini riset seadanya. Saya memperhatikan postingan akun Twitter @TirtoID, khususnya yang banyak mendapatkan atensi/engagement dari publik dalam bentuk reply, retweet dan like. Kenapa Twitter? Ya karena kebetulan saja saya lagi sering mengamati platform tersebut. Lagipula, post di Twitter lebih mudah “disambar” oleh netizen.
Data yang saya ambil berdasarkan postingan akun Tirto dari 1 Januari 2020 hingga 14 Mei 2020. Sepanjang waktu itu, Tirto telah memposting konten/berita lebih dari 3300 konten. Dari postingan yang ada, saya melihat konten yang paling banyak mendapatkan atensi. Di antaranya, wabah Corona dan kebijakan penanganannya, Omnibus Law, program asimilasi tahanan, hingga masalah terkait buruh. Selain itu ada pula konten yang paling banyak dikomentari terkait pernyataan pejabat publik yang dianggap kontroversial.
Secara sekilas, bisa dilihat kebijakan Pemerintah yang diberitakan Tirto banyak mendapatkan “sambutan” dari netizen yang terhormat. Bagaimana dengan media lain? Ya tentu saja perlu dicek lebih lanjut. Kira-kira media mana yang perlu dilihat?